Kalau di film-film, kota tua itu
identik dengan lokasi film horror atau film thriller yang akhirnya orang-orang
bakal mikir ribuan kali buat mengunjungi kota tua. Padahal, kota tua itu justru
menarik buat dikunjungi. Buang aja soal hal-hal berbau mistis atau horror di
dalamnya, karna mau di tempat tua atau baru pun, hal-hal seperti itu pasti ada,
percaya atau tidak.
Dan bagi beberapa traveler, kota
tua itu justru sumber sejarah yang menyimpan banyak informasi di dalamnya.
Nggak usah terlalu jauh mendalam soal sejarahnya karna bukan ahli sejarah, tapi
bagi penikmat cerita masa lalu, kota tua itu justru menarik. Apa yang bikin
menarik? Selain sejarahnya itu sendiri, bentuk bangunan yang unik dari
tiap-tiap kota tua, informasi yang ditampilkan walaupun tidak semua dibaca tapi
pasti ada satu hal yang nyantol dari informasi tentang bangunan tersebut , arsitektur serta informasi lainnya yang bisa
dilihat dari struktur kota tua itu.
Dan senangnya, hal itu semua yang
bisa saya dapatkan ketika traveling ke luar negeri. Bukan berarti di dalam
negeri nggak ada. Cuma ada alasan sentilmentil di diri saya mengenai kota tua.
Mungkin karna kebanyakan nonton film ber-genre history, time travel dan
lain-lain yang kebanyakan berasal dari luar negeri seperti Hollywood dan K-Movie,
maka lebih berasa dekat dengan kota-kota seperti itu.
Enaknya traveling ke negara lain
adalah bisa menikmati beragam kota tua yang ada di suatu kota di negeri
tersebut. Dan senangnya semua itu terpelihara dengan baik dan terjaga bentuknya
hingga saat ini. Memang tidak semua dijadikan museum seperti kebanyakan bangunan
tua, beberapa di antaranya dijadikan sebagai kafe, butik, bahkan hotel.
Salah satu kota tua yang bikin
saya jatuh cinta adalah kota tua di Guangzhou yang berada di Pulau Shamian.
Bagi saya, kota tua di Pulau Shamian itu bagus banget. Dan jumlahnya banyak. Nggak
Cuma lima atau enam bangunan tua, tapi hampir
satu pulau itu adalah kota tua.
Sebenarnya pulau yang dimaksud di
kota tua ini adalah sebuah gumuk pasir dalam Bahasa Tiongkok. Lokasi gumuk
pasir ini dikelilingi oleh air. Wilayah itu dibagi menjadi dua konsesi yang
diberikan pada Perancis dan Inggirs oleh pemerintah Qing pada abad ke-19
setelah perang opium kedua. Pembangunan dimulai di tahun 1859 yang mulai
mengubah gumuk pasir menjadi sebuah pulau.
Setelah selesai pembangunan atas
pulau tersebut, pulau yang memiliki luas 900 meter ini dipenuhi oleh gedung komersial
khas bangunan di era Victoria dan juga terdapat bangunan yang dibangun di awal
abad kedua puluh.
Yang menyenangkan ketika
berkunjung di Pulau Shamian adalah banyaknya informasi yang tertulis dengan
jelas dalam Bahasa Inggris di tiap bangunannya. Sehingga memudahkan pengunjung
untuk mengetahui sejarah awal dari bangunan tersebut.
Berada di Pulau Shamian itu
menyenangkan. Karna area ini penuh dengan pohon-pohon hijau yang menjulang tinggi, taman yang
dipenuhi bunga-bunga, serta bangku taman yang disediakan jika pengunjung merasa
Lelah berkeliling. Tidak lupa banyak kafe dan kedai kopi yang tersedia di
kawasan Pulau Shamian.
Udara di bulan September saat itu
memang terasa panas dan gerah. Minum segelas kopi dan menyantap cemilan manis
di kedai kopi sungguh menggugah selera.
Saking luasnya tempat ini, saya
tidak sempat mengunjungi semua sudut di Pulau Shamian. Tapi, bisa melihat
beberapa bangunan tua yang masih terawatt dengan baik sudah membuat saya
senang. Jika pandemic ini berakhir, berkunjung ke Guangzhou untuk kedua kalinya
bukan hal yang bisa saya tolak lagi. Karna jika ingin melihat bagian East
meets West, di Pulau Shamian-lah semua
bisa dinikmati bersama.
How to get there :
Guangzhou Metro :
Line 1 atau Line 6 ke Stasiun
Huansha.
Keluar dari pintu F dan berjalan menyebrang
melewati jembatan kanal menuju Pulau Shamian.
Lokasi persis di seberang jembatan.
HTM : Gratis setiap waktu.
Stay safe & healthy
Vindri Prachmitasari
Email : Vindri.prachmitasari@gmail.com
IG : @veendoorie
Youtube: Vindri Prachmitasari