[ Edisi Yangon ] - 5 Hal yang Bisa Dilakukan di Yangon - Myanmar, Kota Tua Cantik yang Penuh Kesederhanaan.
9:32:00 PM
Itu pertanyaan bagi yang saat pelajaran Geografi suka bobo di kelas atau bolos ke kantin.
Atau?
” Ngapain ke Yangon? Emang ada apaan di sana? Nggak jelas banget deh jalan-jalannya!”
Itulah beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan bagi beberapa orang yang memang tidak tahu di mana lokasi Yangon, Myanmar atau mungkin nggak penting banget harus ke sana, karna menurut mereka apaan yang bisa dilihat di sana. Nggak salah juga sih sebenarnya pertanyaan itu, karna pariwisata di Yangon, mungkin tidak setenar pariwisata di negera ASEAN lainnya seperti Singapore, Malaysia dan Indonesia. Dulu, pertanyaan macam itu juga sempat terlintas di otak saya, tapi makin ke sini saya belajar bahwa tidak ada negera yang buruk di muka bumi ini. Semuanya memiliki kecantikannya sendiri. Tingal bagaimana manusia itu mau untuk menjelajahi dan mempelajari apa yang bisa diajarkan dari negara itu.
Maka, ketika memutuskan ke Yangon, Myanmar, saya yakin bahwa saya akan menemukan sesuatu yang mungkin tidak akan saya temukan di negara saya.
Baca juga : [Review] - Backpackaer Bed & Breakfast Yangon, Hostel Murah dan Nyaman dengan Lokasi Strategis
Baca juga : [Review] - Backpackaer Bed & Breakfast Yangon, Hostel Murah dan Nyaman dengan Lokasi Strategis
Bersantai di Taman Kota Mahabandoola Pada Sore Hari
Bayangkan, ketika sore hari tiba, hampir semua warga lokal sekitar taman berkumpul untuk bersantai dan menikmati waktu sore bersama keluarga. Udara yang hangat, langit yang cerah, gedung-gedung tua masih kokoh berdiri di sekitar taman dan rumput hijau yang terhampar luas seperti karpet. Itulah yang bisa ditemukan di Taman Mahabandoola, Yangon. Sebuah taman yang berada persis di tengah kota Yangon. Berdekatan dengan kawasan distrik bisnis Yangon, namun tidak menimbulkan hiruk pikuk kesibukan yang sering ditemukan di Jakarta.
Di taman ini, bisa melihat betapa warga lokal Yangon begitu terbiasa untuk menghabiskan waktu sore mereka di sebuah taman. Bahkan di hari kerja, saat pulang kerja, mereka masih bisa menghabiskan waktu sore mereka untuk bersantai di taman sebelum pulang ke rumah. Semacam melepas penat di kantor. Hidup di Yangon, seperti mengurangi kecepatan hidup. Pelan-pelan karna nggak akan ada yang ngejar. Mungkin itu prinsipnya.
Tidak hanya warga lokal, pelancong seperti saya pun banyak menghabiskan waktu sore di Taman Mahabandoola. Semuanya membaur, seperti tidak ada batasan antara warga lokal dan pelancong. Semuanya sama-sama bisa menikmati suasana tenang, pelan, dan quality time dengan keluarga atau teman di taman ini. Apalagi taman Mahabandoola adalah sebuah taman yang di dalamnya terdapat sebuah monumen kemerdekaan yang berbentuk seperti obelix setinggi 165 kaki. Jika kembali ke tahun 1868, taman ini bernama Fytche Square seperti nama kepala komisioner saat itu di Myanmar. Kemudian, nama taman itu berganti menjadi Victoria Park untuk menghormati Ratu Victoria di mana di dalam taman tersebut terdapat patungnya. Barulah setelah kemerdekaan taman tersebut berubah mnejadi taman Mahabandoola untuk menghormati pahlawan rakyat Myanmar - Jendral Thado Mahabandoola.
Tidak ada tiket masuk yang harus di beli untuk bisa menikmati taman ini. Semuanya bebas masuk dan pergi sesuka hati. Namun, tetap ada beberapa peraturan tertulis yang harus dipatuhi untuk bisa menikmati taman ini.
Menikmati Cantiknya Pagoda Sule dari Jembatan Penyeberangan
Yangon juga dijuluki City of Gold. Karna banyak sekali pagoda serta kuil yang berwarna emas di Yangon. Hampir di semua area di Yangon. Begitu juga dengan pusat kota Yangon. Terdapat Pagoda Sule yang sudah terlihat ketika mulai memasuki Sule Pagoda Road. Berada tepat di ujung jalan membuat Pagoda Sule mudah dikenali dari dalam kendaraan umum bahkan dari beberapa sudut jalan. Ujung runcing pagoda yang menjadi ciri khas dari beberapa pagoda yang ada di Yangon, berdiri kokoh dan terlihat tinggi seakan menembus langit cerah di Yangon.
Sore hari adalah waktu yang tepat untuk menikmati cantiknya Pagoda Sule. Mungkin bagi beberapa orang, ingin masuk ke dalam pagoda dengan tiket masuk sekitar 10.000 Kyatt, atau cukup menikmati megah dan cantiknya dari jembatan penyeberangan yang terletak 500 meter dari pagoda. Pilihan kedua adalah yang cukup menarik. Karna ketika sore hari, sinar matahari sore dan warna emas dari Pagoda Sule akan menghasilkan perpaduan yang cukup syahdu. Ditambah angin sore yang berembus bisa banget menambah suasana romantis.
Uniknya, jembatan penyeberangan ini berbentuk seperti bujur sangkar yang mengelilingi sisi kiri, kanan, depan, dan belakang. Berada persis di tengah jalan raya utama membuat lokasi ini pas untuk melihat Pagoda Sule yang ditemani bangunan tua di sisi kiri dan kanannya. Berada di sini hingga sejam kemudian tidak akan membuat bosan. Karna ketika matahari mulai masuk ke dalam peraduannya, cahaya emas Pagoda Sule terlihat cantik menyinari langit yang mulai gelap.
Beneran deh, berada di sini membuat waktu seakan berhenti. Bisa melihat warga lokal yang juga ikut menikmati, membuat saya menyadari bahwa, tidak perlu hal yang mewah untuk bisa menikmati sesuatu. Sesuatu yang sederhana pun bisa terasa mewah. Seperti menikmati cantiknya Pagoda Sule hanya dari jembatan penyeberangan.
Melihat Prosesi Keagamaan di Pagoda Shwedagon yang Megah
Agama Buddha adalah agama mayoritas penduduk Myanmar. Sekitar 89% penduduknya menganut agama Buddha. Maka tidak heran jika banyak sekali para biksu yang sering terlihat di kota Yangon setiap hari. Jadi, selama di Yangon, melihat hal itu menjadi hal yang biasa. Warga lokal penganut agama Buddha juga termasuk yang paling relijius. Terbukti banyak penganut agama Buddha yang menjalankan prosesi keagamaannya di beberapa tempat ibadah di Yangon. Dan itu selalu ramai.
Salah satu pagoda yang cantik untuk dikunjungi selain Pagoda Sule adalah Pagoda Shwedagon. Di sini, kita bisa melihat bagaimana ramainya sebuah tempat ibadah di mana hampir semua warganya mengikuti prosesi keagamaan. Pagoda Shwedagon sendiri adalah sebuah komplek pagoda yang didominasi warna emas. Menurut informasi, Shwedagon Pagoda adalah tempat ibadah umat Buddha Myanmar yang paling sakral. Karna dipercaya terdiri dari relik Buddha. Pagoda Shwedagon terletak di atas bukit, sehingga untuk bisa mencapainya dari pintu masuk di bagian bawah, pengunjung harus menggunakan lift untuk bisa mencapai bagian utama pagoda.
Keajaiban muncul ketika pintu lift terbuka dan pengunjung disambut dengan beberapa kuil yang dindingnya berwarna putih dengan atap dan pagoda keemasan yang tidak terlalu tinggi. Langit biru, dinding kuil, serta warna keemasan dari pagoda membuat semuanya terasa sempurna. Bahkan, menghabiskan waktu hampir sejam di sini untuk mengabadikan beberapa foto terasa sangat singkat.
Apalagi banyak sekali warga Yangon yang berkunjung ke Pagoda Shwedagon untuk beribadah, sehingga di jam-jam tertentu banyak sekali lalu lalang warga Yangon di depan kuil. Mungkin bagi beberapa orang agak sulit untuk mengabadikan foto karna banyaknya orang. Tapi, justru di situ seninya. Karna bisa mengambil beberapa tawa dan senyuman dari beberapa pengunjung yang berlalu lalang di depan kamera adalah sebuah keajaiban. Menangkap ekpresi mereka adalah hal yang cukup mahal. Tidak hanya itu saja, coba berjalan ke arah belakang kuil dan akan mendapati bangunan utama dari Pagoda Shwedagon yang tampak megah dan besar. Tinggi menara atap yang meruncing adalah 99 meter, itu cukup membuat saya menenggadah cukup lama untuk bisa menikmatinya. Karna rasa takjub yang luar biasa.
Cuaca panas serta sinar matahari yang cukup terik tidak membuat siapapun akan berhenti untuk menikmati arsitektur yang luar biasa. Cukup duduk diam di pelataran kuil sambil melihat prosesi keagamaan dan keindahan arsitektur pagoda, bisa dipastikan akan menjadi pengalaman yang menyenangkan.
Melihat Kehidupan Warga Lokal Yangon dari Dalam Kereta
Banyak yang bilang, jika ingin merasakan kehidupan lokal, maka harus bersikap seperti orang lokal. Ada banyak cara sih untuk melakukan hal itu salah satunya melihat lebih dekat kehidupan warga lokal Yangon dari dalam sebuah kereta yang bernama Circular Train. Adalah sebuah kereta yang berputar searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam di waktu-waktu tertentu serta menuju suburban Yangon. Jangan bandingkan kereta Circular Train di Yangon dengan di Jakarta. Karna jelas berbeda. Dari segi fasilitas, Commuter Line di Jakarta masih lebih baik dibandingkan dengan kereta di Yangon. Karna kereta Circular Train di Yangon berjalan sangat lama. Kalau diingat-ingat seperti kereta Jakarta sebelum 2013. Pedagang makanan dan lainnya masih bisa masuk ke dalam kereta untuk menjajakan makanannya, tidak ada pintu yang tertutup, serta kursinya mirip dengan kursi Kopaja dan Metromini di Jakarta.
Baca juga: Yangon, Old but Gold
Namun, justru dari kereta ini kamu bisa melihat kehidupan warga lokal Yangon secara dekat. Bagaimana mereka berinteraksi dengan teman, keluarga mereka di dalam kereta. Bagaimana mereka berpakaian, bagaimana kondisi rumah mereka di luar kota Yangon. Semuanya jelas terlihat dari dalam kereta. Memang perjalanan cukup lama untuk bisa sampai ke stasiun paling akhir, namun dengan harga 250 Kyatt per orang, itu sudah sepadan. Perbedaannya jelas terlihat antara kondisi rumah warga di Yangon dengan di luar kota Yangon. Seperti bumi dan langit. Jika di Yangon, banyak warga yang tinggal di gedung rumah susun peninggalan kolonial Inggris yang saling berdempetan satu sama lain, di luar kota Yangon pemandangan yang terlihat justru rumah warga yang terlihat begitu kumuh, karnya hanya menggunakan atap rumbia, dinding kayu atau seng dan lingkungan sekitar yang sepertinya tidak layak untuk ditinggali.
Yang membuat takjub adalah di balik kekurangan mereka, tidak terlihat wajah sedih, nelangsa, atau kesal terhadap kehidupan. Keringat mengucur dari salah satu pedagang yang ada di dalam kereta, dengan sigap pedangan itu menyekanya, beberapa pedangan lainnya mencoba merapikan sarung yang menutupi sebagian tubuh mereka, memang terlihat wajah-wajah lelah dari beberapa pedangan yang mencoba menjajakan jualan mereka, namun hal itu tidak membuat mereka berhenti berusaha. Jika tidak mendapatkan pembeli di dalam kereta, mereka masih bisa menjajakan dagangan mereka di stasiun berikutnya dan stasiun pusat di Yangon. Dan begitu seterusnya.
Berkeliling di Komplek Bangunan Tua dengan Berjalan Kaki
Berjalan kaki adalah pilihan terbaik untuk bisa melihat suatu kota lebih dekat. Karna dengan berjalan kaki, kamu diberi kebebasan untuk bisa mengagumi segalanya tanpa ada batasan waktu. Myanmar merupakan negara bekas jajahan Inggris, sehingga sudah pasti meninggalkan bagunan kolonial yang bisa dinikmati sampai saat ini. Seperti di Yangon. Banyak banget bangunan sisa peninggalakan kolonial Inggris yang terdapat hampir di semua area Yangon. Bahkan di dekat taman Mahabandoola ada sekitar empat bangunan kolonial yang bisa dilihat.
Perjalanan bisa dimulai di dekat Sule Pagoda. Karna di seberang Sule Pagoda terdapat gedung City Hall yang merupakan gedung kolonial Inggris. Bentuknya yang besar dengan arsitektur khas negara Inggris dengan sentuhan aksen Myanmar pada beberapa bagian menaranya membuatnya terasa megah berdiri di depan jalan utama. Lalu, cobalah untuk menyeberang ke arah sisi kiri dekat taman Mahabandoola, karna terdapat sebuah gedung peninggalan kolonial Inggris yang dulu merupakan High Court and The Old Rowe & Co Department Store , kini berubah menjadi gedung bank. Setelah menemukan gedung tersebut, coba lagi jalan menyusuri jalan yang sama hingga menemukan sebuah jalan kecil yang di dalamnya banyak pedagang kaki lima yang menjajakan street food.
Ketika menemukan jalan raya, coba belok ke kiri karna akan menemukan gedung bea cukai Yangon yang dulunya merupakan gedung kolonial Inggris. Dan jika tadi berbelok ke kanan, maka akan menemukan gedung pengadilan tinggi Yangon yang juga merupakan gedung kolonial Inggris yang arsitekturnya cakep banget. Dan ketika mencoba kembali ke jalan dekat Sule Pagoda, gedung bursa efek Yangon juga tidak kalah cantik untuk diabadikan di dalam kamera.
Semua bangunan tua peninggalan kolonial Inggris memang sangat cantik untuk dinikmati. Memang, beberapa bangunan tersebut sudah terlihat kusam dari segi warna cat, dindingnya yang mulai retak, tapi tidak mengurangi kemegahan yang dulu pernah ada. Sore hari adalah waktu yang tepat untuk berjalan berkeliling pusat kota Yangon yang letaknya tidak jauh dari Sule Pagoda. Berasa jalan-jalan di Eropa jadinya, kan?! Hahah.
Mengamati dan menyelami kehidupan masyarakat Yangon memang mengasyikan. Walaupun kotanya jauh dari kata modern, namun tidak membuat Yangon kehilangan daya tariknya. Kesederhanaan yang mereka perlihatkan justru membuat siapa pun menjadi sadar diri, bahwa tidak perlu kemewahan untuk bisa menikmati semua hal yang baik di muka bumi ini. Bersyukur adalah kuncinya untuk bisa hidup tenang dan damai.
See Ya!
Instagram : @veendoorie
Email : vindri.prachmitasari@gmail.com
13 comments
Cuma nyobain keretanya yang aku gak sempat. Balik lagi, apa.
ReplyDeleteBalik lagi giihhh.. hahahah
DeleteFotonya bagus2 euy.. artikelnya juga bagus buat patokan untuk ke sana... makasih
ReplyDeleteWaahh.. makasih. Semoga bisa ke Yangon segera :)
DeleteVery nice story. Satu hal yang say tanyakan kak. Apakah aman untuk wanita muslim solo trveling kesana? Krn setiap berpikir mau kesana, to selalu teringat kejadian Myanmar. Makasih kak
ReplyDeleteHai,makasih yah.
DeleteAman kok.Di Yangon muslim dan agaman minoritas hidup berdampingan. Buktinya dekat pagoda, ada masjid, gereja dan sinagog. Malah warga lokal muslim bebas untuk menjalankan agamanya tanpa ada rasa khawatir. Lagi pula area yg kena konflik ada di provinsi lain. Oia, orang2nya juga ramah-ramah, ga bakal ada cat calling kyk di Indonesia.
So, sdh siap ke Yangon?
Typo : agama mayoritas maksudnya :)
DeleteWahh kalau ngomongin Yangoon, saya gak bisa berpaling dari pagodanya yang aduhay cantik dan ciamik banget
ReplyDeleteBangett.. Pagodanya cakep-cakep sampe nggak nyadar udah berjam-jam di sana hahah
DeleteWaah, Myanmar udah ada di bucketlist nihh. Barengan sama Laos dan Kamboja juga. Bisa mulai nyicil bikin itinerary nya deh habis baca blog ini :D
ReplyDeleteSiappp..
DeleteSamaan dong bucket listnya, pengen ke Laos (Luang Prabang) dan Kamboja hahah.. Tos!
Kecuali naik Circular Train, semuanya juga kulakukan di Yangon, Myanmar. Kamu nggak ke Chauk Htat Gyi, Nga Htat Gyi, atau Kandawgyi Park kak? Bagus lho, dan masih di area kota. Terus kalo malem bisa kulineran di Chinatown 19th Street. Btw, Circular Train bisa secara sederhana didefinisikan sebagai "sistem kereta komuter di Yangon".
ReplyDeleteMenikmati Sule Pagoda itu memang asiknya dari sore sampai malam, karena saat terang dan saat gelap punya pesonanya sendiri.
Sayangnya gak sempat ke situ kecuali Kadawgyi park nya, sempat mampir. Soalnya udah keburu capek hahah.. Gpp, artinya kudu balik lagi kan? ! Hahah
Delete